Sunday, April 5, 2020

Guru Corona

Corona mengajariku:

Untuk Hidup Sehat, selalu mencuci tangan dengan sabun, bersih-bersih badan, mandi, kalau habis dari luar rumah, apalagi kalau punya bayi, tidak langsung cium, gendong, harus bersih-bersih dulu

Untuk Disiplin, untuk bersih memang harus disiplin, karena lengah sedikit, corona pun hadir dan penyakit lain pun datang. Disiplin memang berat tapi semua yang menjalani kegiatan dengan disiplin, apakah itu diet, olah raga, belajar, berlatih pasti membuahkan hasil memuaskan

Untuk Tetap Yakin Pada Tuhan. Ilmu Tauhid memang ilmu sulit, menyangkut keyakinan. Tetapi yang perlu dipahami adalah bagaimana seseorang untuk hal-hal negatif, tidak bermanfaat, merugikan bisa begitu yakinnya sedangkan kepada Tuhannya, Allah swt ia tidak yakin, ragu bahkan meninggalkan Nya. Kita lebih percaya judi, pelet, investasi bodong dari pada seruan Tuhan untuk tetap beribadah, istiqamah bersedekah dan seruan kebaikan lainnya

Untuk Menjaga Kebersihan. Kebersihan apa saja. Kebersihan diri, keluarga, rumah, lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal, lingkungan alam sekitar. Betapa makin joroknya manusia saat ini. Kita sering dapati berita-berita dimana isi perut ikan, penyu, hiu di laut dalam adalah sampah plastik, pakaian dalam, botol sampai kamera. Semua sampah ini dibuang ke laut. Bagaimana sungai-sungai kita tercemar sampah, kotoran sampai kasur semua ada disana yang dapat menyebabkan banjir saat hujan tiba

Untuk Selalu Jamu, Menjaga Mulut. Ya mulut kita selalu menjadi penyebab segala masalah. Kita tahu bahwa penyebab perdana corona virus di wuhan disebabkan manusia yang mengkonsumsi daging kelelawar. Sepenasaran apa kita terhadap makanan, jika itu bukan makanan biasa apalagi dalam ajaran Islam itu tidak halal, sebaiknya kita hindari. Islam menghalalkan makanan jika ia darurat, menjadi obat, halal dimakan, tapi jika hanya untuk sensasi, gegayaan, eksplorasi, apalagi hanya demi konten dengan memakan gurita yang masih hidup, bergerak-gerak di mulut, wajah, itu buat apa? akhirnya muncullah corona ini, akibat kita tak lagi mengindahkan norma makanan. Menghalalkan segala macam untuk dimakan. Dengan corona kita kembali ke herbal, mengkonsumsi ramuan tradisional yang mungkin sebagian kita telah meninggalkannya

Untuk Menjaga Mulut. Mulut kedua yang dimaksud adalah Omongan. Omongan kita sekarang kebanyakan sudah diwakili oleh jempol kita. Betapa dengan wabah corona ini, semakin jelas karakter dari sebagian warga netizen, tetap menghujat, menyalahkan satu sama lain, menyalahkan keadaan, bukannya saling menguatkan, saling menjaga agar terhindar penyakit tetapi disaat seperti ini malah semakin banyak hoax yang tersebar. Tak sedikit pula orang marah-marah saat diminta untuk dicek panas tubuhnya ketika kembali dari luar negeri atau daerah terdampak corona. Bahkan yang lebih gila lagi ada yang menantang ingin menelannya yang terlontar dari mulut seorang wakil rakyat. Belum lagi himbauan untuk mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan dilanggar dengan membawa pulang, membuka pembungkus mayat yang positif corona. Himbauan, omongan benar dilanggar. Hoax, ucapan salah didengar.

Untuk Social Distancing, Phisycal Distancing Atau Menjaga Jarak. Karena penularan yang sangat gampang dan cepat, untuk memutus mata rantai penyebaran corona, masyarakat diminta untuk menjaga jarak dan lebih baik untuk beraktivitas dari rumah, belajar, bekerja dan beribadah dari rumah. Banyak contoh dari negara yang lebih dulu terpapar corona, Tiongkok yang sembuh karena disiplin dan Itali yang meningkat penderitanya karena warganya tidak disiplin, anggap enteng, melawan aturan. Kita yang baru terpapar tinggal berpikir dan bersikap positif tinggal memilih, jaga jarak dan corona tidak menyebar atau menganggapnya sesuatu yang gak penting sehingga corona reda

Untuk Berempati. Semoga corona dapat meningkatkan sifat empati kita lebih tinggi lagi. Betapa beratnya tim kesehatan, dokter, perawat, petugas layanan kesehatan menghadapi pasien terpapar corona bahkan sampai meninggal dunia. Dengan jagak jarak, tetap di rumah, kita sudah berempati dengan petugas kesehatan kita. Pemerintah berupaya keras melakukan berbagai hal untuk penanggulangan pandemik corona baik dari sisi kesehatan, sosial ekonomi dan agama. Namun ada segelintir orang yang malah menuntut pemerintah akibat kerugian yang dideritanya. Yaialah dalam keadaan seperti ini semua orang merugi, semua menderita. Namun apakah benar seorang pengusaha menuntut milyaran rupiah sementara ribuan orang yang bekerja informal kehilangan pekerjaan dan penghasilannya. Sementara orang berempati dengan berbagi beras, makanan, sembako, uang kepada masyarakat menengah ke bawah dibandingkan segelintir orang yang memikirkan keuntungan pribadinya.

Untuk Tidak Egois. Betapa banyak manusia-manusia selfish, mikirin diri sendiri disaat pandemik ini, dan corona membukanya satu per satu. Melalui penyakit corona ini Tuhan menunjukkan pada kita siapa-siapa saja makhluknya yang mengambil keuntungan dari menimbun masker, hand sanitizer dan APD (alat pelindung diri). Disaat di negara lain masker dibagikan secara gratis, disini malah segelintir orang merugikan orang lain menguntungkan diri sendiri

Untuk Menghargai Keheningan. Hening itu syahdu. Jauh dari gegap gempita apalagi kerusuhan. Sehari-hari kita hidup berhadapan dengan noise alias keriuhan. Di kantor, ada saja orang yang kerjanya kesana kemari menggunjing, merusuh, mengadu domba, mencari keributan. Demikiran pula di lingkungan tempat tinggal, di komplek, menggosip di warung sayur, di warung kopi, menjelekkan satu sama lain. Yang tadinya adem ayem jadi ribut, rusuh bahkan pertengkaran, perceraian karena saling gosok satu sama lain. Dengan corona seolah puasa ramadhan dipercepat. Hening. Dalam hening harusnya komunikasi dengan Sang Pencipta lebih intens dan lebih makbul. Tahajudan di malam hari meminta agar wabah ini segera diangkat Allah. Dia yang menyebar penyakit Dia pula yang mampu menghapusnya. Tapi tetap saja gemuruh karena memang habitnya demikian. Tenang di keadaan sehari-hari karena sebagian sudah paham arti social distancing tapi rusuh dalam dunia maya, ya gak apa-apa lama kelamaan jenuh juga. Kita dipaksa Tuhan untuk mereset kondisi kita kembali ke kedamaian zaman dulu, dimana stasiun tv hanya 1-2, tayangan tv hanya flora fauna, berita banyakan hal yang positif, drama tentang kebaikan tidak seperti sinetron yang hari-hari jahat, menipu, berbohong, tawuran, glamor dan mementingkan rating dari pada adab

Untuk Kreatif. Dengan berdiam di rumah, tak banyak yang bisa dilakukan. Kita dipaksa untuk kreatif, muncullah ide-ide positif seperti berbagi resep makanan, dekor rumah, bersih-bersih, bikin masker sendiri, olahraga di rumah dan sebagainya

Untuk Belajar Teknologi. Banyak hal yang bisa kita pelajari dengan berdiam dirumah, bahkan tak mengurangi pertemuan-pertemuan, meeting dengan teman kantor. Sehingga ada aplikasi pertemuan, Zoom yang tiba-tiba meraup keuntungan dengan adanya kondisi seperti ini. Pemilik zoom menjadi kaya raya. Memang tak selamanya musibah membawa petaka selalu ada yang diuntungkan. Aplikasi-aplikasi online meningkat pesat, tiktok, pesanan makanan, barang online, meningkat. Pekerjaan dan belajar online menuntut pembagian pekerjaan dan pelajaran oleh dan dari Atasan ke Bawahan, Guru ke Murid menjadi kreatif. Sistem tetap berjalan sebagaimana mestinya walau dengan keterbatasan tetap di rumah

Untuk Berhemat. Kita selama ini selalu dipusingkan dengan besarnya pendapatan. Kurang dan selalu kurang berapa pun penghasilan kita peroleh. Meningkat pun pendapatan kita selalu saja kurang. Kita terlena dengan pengeluaran kita, kita masih boros disisi pengeluaran yang tidak terlalu penting. Tv kabel yang kita tonton hanya 2-3 jam sehari kita bayar penuh secara bulanan, kita masih merokok, yang kita hitung hanya 5.000 perak sebatang tapi sudah berapa ratus berapa juta sebulan, kita beli paket data internet sampai ratusan bahkan jutaan per bulan hanya untuk main medsos dan game yang sebenarnya bisa dihemat dengan paket puluhan ribu saja, kita kongkow di kafe, resto hanya untuk eksis, selfie, biar dianggap berteman dengan memesan makanan yang tidak kita makan tapi kita harus bayar, semua itu adalah Pemborosan. Pengeluaran yang seharusnya menjadi tabungan kita. Tabungan saat kita harus di rumah seperti sekarang ini, yang sampai ntah kapan corona ini berakhir dan kita harus Makan

Untuk Peduli Lingkungan. Bahwa corona menyebabkan langit kita menjadi cerah kembali. Polusi berkurang. Ozon meningkat. Salah banget kalau kata pejabat itu mengatakan langit Jakarta cerah disebabkan karena seringnya turun hujan. Tetapi saya sangat meyakini itu disebabkan karena turunnya penggunaan bahan bakar di ibukota. Dan Tiongkok kembali polusi setelah wabah itu berkurang disana karena peningkatan penggunaan kendaraan bermotor. Mari jaga lingkungan kita. Penggunaan kendaraan bermotor, ac dan hal-hal yang merusak lingkungan lainnya kita kurangi. Kita rawat alam maka alam akan menjaga kita

Untuk Mawas Diri. Berjaga-jaga dari virus hantu. Ibarat sniper, corona bisa menembak siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Kita tidak tahu corona berada dimana, kita tertular atau menularkan. Seperti sebuah permainan, kalau tidak membunuh kita yang terbunuh. Penyakit yang belum ada obatnya ini memaksa kita untuk waspada. Mengikuti aturan, himbauan, protokoler yang telah ditetapkan pihak berwenang. Ngeyel, bandel, melawan, yah tanggung sendiri akibatnya

Untuk Menahan Diri. Menahan semua keinginan. Pengen ngemall, kongkow, nongkrong di kafe, traveling dan yang enak-enak lainnya. Jika puasa menahan kita untuk tidak makan dan minum, itu pun siang hari, tetapi kita masih bisa ibadah, kongkow, bukber, ngemall. Ini kebalikannya kita bisa makan dan minum sesukanya tetapi kita disuruh untuk tidak kemana-mana yang tidak urgen. Tahan dulu keinginan kita

Untuk Tidak Munafik. Justru corona menunjukkan pada kita siapa-siapa saja mereka-mereka yang munafik selama ini. Berdoa agar penyakit hilang dengan alasan agar bisa puasa dengan tenang. Lha selama ini puasa juga gak pernah, belanja sebentar, capek, makan. Panas sedikit, buka. Perut melilit, alasan mag kambuh, buka. Ada saja alasan untuk tidak puasa. Begitu juga ketika MUI menyarankan jumatan ditiadakan dulu sampai wabah hilang, eh nyolot, ngotot, dengan berbagai dalil bilang tidak jumatan 3x berturut-turut kafir, lha siapa yang larang kamu ibadah, kan disuruh ibadah di rumah, sholat dzuhur pengganti sholat jumat seperti biasa. Sehari-hari tidak pernah ke mesjid giliran dihimbau sholat dirumah eh ngamuk. Demikian pula agama lain kristen, hindu dan buddha. Tidak ada yang larang ibadah di gereja, pura dan klenteng. Cuma untuk saat ini jangan dulu. Ada lagi yang ngebet banget ngantor, sekolah, kesel di rumah terus. Lha sehari-hari ngantor juga gak kerja, sekolah juga bolos, males-malesan, giliran disuruh di rumah pengennya macem-macem. Corona membuka tabir orang-orang munafik

Untuk Tidak Mencampuri Urusan Orang Lain. Disaat kritis seperti sekarang ini, masih banyak saja warga yang nyinyir, kepo dengan yang bukan urusannya. Yang seharusnya dilakukan agar berdiam diri di rumah, ini malah nyinyir dan sebar berita hoax, kenapa napi dibebaskan, kenapa tidak lockdown, kenapa dibiarkan mudik, kenapa ini kenapa itu. Helloooo.. kamu itu siapa? Kuli? Tukang sayur? Ibu rumah tangga? Dosen? Apa Gubernur, atau pejabat pengambil keputusan? Kamu tau apa sih? Semua yang diputuskan itu sudah ada ketentuannya, undang-undangnya, hitung-hitungan plus minusnya. Jadi bersangka baiklah, dukunglah pengambil kebijakan mengambil kebijakan yang tepat dan berguna bagi semua. Jangan urus yang bukan urusan kita. Cukup perbanyak doa, doa yang baik-baik, agar corona cepat selesai, agar yang sakit cepat sembuh, agar dokter dan pelayan kesehatan dikuatkan, itu saja, jangan menambah-nambah dosa

Untuk Selalu Siap Siaga. Bersiap untuk apa? Untuk Mati. Bahwa benar Mati adalah ketentuan Allah. Bahwa jika positif corona pun kalau Allah berkehendak kita tidak mati maka kita tidak akan pernah mati. Namun yang lebih penting dari itu adalah menggunakan akal pikiran dalam memahami semua keadaan. Beragama tapi ga berilmu sama juga boong. Akibatnya ya gampang ditipu Nabi Palsu, Ngulama atau Ustad jadi-jadian. Mati apalagi yang sering didengung-dengungkan saat demo, Mati Syahid bukan lah seperti yang kamu bayangkan. Berjuang di jalan Allah, tetap sholat berjamaah, tabligh akbar, pengajian, trus terinfeksi corona lalu mati syahid. Ups, tidak segampang itu sobat. Kalau begitu mengaji saja kau, beribadah saja siang malam, trus ikut demo pakai label syahadat trus kena tembak mati, masuk surga, wah enak sekali hidupmu. Bukan begitu, itu namanya mati konyol. Bahwa hidup adalah keseimbangan dunia dan akhirat, hidup dan mati. Hidup jalannya menyiapkan diri untuk Mati. Bahwa sebelum hidup ada kehidupan dalam rahim. Nah setelah hidup kita akan mati. Dan kehidupan di alam sana menurut Islam itu sangat panjang. Kan sejak Nabi Adam wafat sampai yang barusan meninggal masih menunggu kiamat dan saat kebangkitan untuk dihisab, dihitung amal baik buruknya. Selama itu pula kita dialam kubur. Lalu setelah dihisab ada lagi alam-alam berikutnya yang harus dilalui sebelum ketemu yang namanya Surga atau Neraka. Lalu kalau dikubur saja menunggu kebangkitan kita sudah disiksa, apalagi setelahnya. Jadi gunakanlah akal pikiran ini untuk menghadapi kematian. Jangan berpikir kena corona di mesjid, di pengajian, syahid. Ya kalau kaya, kalau hidupnya berguna, lha kalau banyak utang, siapa yang menderita, tentu anak istri yang ditinggalkan juga. Jadi mati itu pasti, tapi siapkan mati kita sebaik-baik kematian dengan membawa amal ibadah.

Menjadikan Momen Instrospeksi. Bahwa orang muslim memiliki momen ramadhan setiap tahun tetapi tidak juga mengubah prilaku umatnya menjadi lebih baik. Narkoba tetap merajalela, korupsi, LGBT, perselingkuhan, perzinahan, begal, dan sebagainya tetap terjadi lepas ramadhan. Wabah Corona ini dapat kita jadikan sebagai momen kita sebagai manusia untuk berubah menjadi lebih baik lagi, tak terkecuali agama apa pun, suka bangsa apa pun, lelaki perempuan, tua muda. Ini lah saatnya kita muhasabah, instrospeksi diri. Mohon maaf ke sekeliling kita, banyakin amal soleh, kalau perlu menulis wasiat karena ajal tidak ada yang tahu. Hari ini masih garang besok lusa sudah pindah alam. Hari ini masih memerintah besok sudah wafat. Hari ini masih bercengkerama dengan sanak keluarga besok lusa sudah tak bisa dilayat. Corona mengerikan, mulai dari masuk rumah sakit sampai jika meninggal, semua lepas dari sanak keluarga. Sedih. Pilu. Maka berbuat baik lah.

Corona selalu menjadi pelajaran bagi mereka-mereka yang bisa mengambil hikmah dari semua kejadian yang ada. 2020 akan menjadi catatan sejarah dunia bahwa kita pernah berdiam diri di rumah secara bersama-sama di seluruh pelosok bumi

Saturday, October 19, 2019

Kunci Sukses dengan Mengenali Diri

Seringkali saya tersenyum geli sendiri melihat beberapa orang yang sudah berumur kepala 4, 5 bahkan 6 masih seperti abg yang mencari jati diri. Dia mengidolakan seseorang persis seperti abg yang kegandrungan artis pujaan hatinya. Hari ini share-share, membagikan berita, link cerita, ngomongin kebaikan, hebatnya Presiden Turki, Erdogan. Lepas itu musim kampanye dia membelok mengidolakan Prabowo dan kini menyanjung-nyanjung idola barunya, Anies Baswedan. Sejatinya anak baru gede itu mengidolakan pujaannya dengan memimpikan kehidupannya bakal seperti sang idola. Ia bakal berpenampilan dimirip-miripin artis tersebut. Memotong rambutnya, memakai pakaian dan asesorisnya, gaya berjalan dan bicaranya, mengikuti apa yang disukai, hobi sang artis dengan harapan bisa ganteng, cantik, sukses seperti sang idola. Lha kalau abg tua kepala 4 masih berpikir seperti itu kan lucu. Salah? Ya tentu tidak. Cuma ketika anda mencapai umur 40-50an kurva hidup anda harusnya sudah mencapai puncaknya. Ah, kurva pun tidak tahu pula. Kurva itu gambaran sebuah proses atau keadaan dalam hal ini siklus hidup seseorang mulai lahir, tumbuh menjadi remaja, dewasa, tua hingga akhirnya meninggal. Bahwa jiwa anda, semangat anda tetap muda itu boleh bahkan wajib tetapi kalau seumur itu anda masih mengidolakan seseorang yang nun jauh disana, sementara yang lokal ada atau harusnya diri anda lah yang menjadi idola bagi anak-anak dan keluarga anda.

Tidak Kenal Diri Sendiri
Ini sebuah kelemahan seseorang bahwa dia tidak kenal siapa dirinya. Sejatinya seseorang itu haruslah dikenalkan siapa dirinya, diajari mengenal dirinya sejak bayi. Siapa diri seseorang dari bayi sudah bisa dikenali dan ajarkan bayi itu untuk mengenali dan menyadarinya. Kita mengenal istilah bakat, karakter, skill, kemampuan, keahlian, itu semua melekat pada diri seseorang. Kita sering melihat atau mengenalkan bacaan fatihah atau dzikir-dzikir pendek pada bayi 2 tahunan dia sudah mampu mengikuti, menghafal. Itu sebuah kemampuan. Begitu banyak tayangan televisi yang mempertontonkan anak bayi, anak kecil mampu bermain piano, berenang, menyanyi, hafal Al Quran, melukis, push up, salto, bela diri dan sebagainya. Kita takjub, kita heran dan terpesona. Ini sebenarnya bukan sebuah mukjizat. Bahwa ini adalah kemampuan orang tua dan sang anak mengikuti, beradaptasi dan mengenal dirinya sendiri. Diawali dengan coba-coba, latihan, mengembangkan diri dan akhirnya bisa, mampu, berhasil. Belum lagi kita semakin takjub bahwa anak tersebut cacat fisik. Maaf seperti tidak punya tangan, kaki, tangan dan kaki tapi bisa berenang, melukis. Ini semua karena dia paham, kenal akan keterbatasannya tapi dia mampu memunculkan kemampuannya yang lain melebihi keterbatasannya.
Ketika kita yang berumur ini masih mencari-cari, meraba-raba, mau kerja apa, mau bisnis apa, apa yang bisa kita kerjakan, bagaimana kita bisa sukses, kaya. Boleh dibilang anda terlambat. Tapi kan banyak yang bilang tak ada kata terlambat. Benar. Bahwa untuk memotivasi diri itu kata-kata "mantra wajib" yang harus dipegang kuat. Tetapi ketika mantra nya hanya ucapan belaka jadilah kita seperti yang saya gambarkan diatas, hari ini idolanya Erdogan, besok superheronya Prabowo dan sekarang Gubernur DKI Anies Baswedan  Dan sampai sekarang masih banyak lah kita jumpai kampung-kampung yang tiga generasi kerjanya masih nongkrong ae, masih mbecak, masih kongkow di kedai kopi ngomongin orang. Sementara mereka-mereka yamg mengenali dirinya, cepat beradaptasi, generasi kedua dan ketiganya kehidupannya sudah lebih baik dari orang tuanya itu, mungkin sudah ojol, ojek onlinenya tidak cuma 1 motor tapi sudah 1 mobil 2 motor, mungkin bapaknya yang tadinya tukang roti, sekarang anaknya pemilik toko bakery, yang pasti generasi berikutnya cepat menemukan jati dirinya mungkin istilah sekarang "passion" nya.

Sukses dengan Tahu Diri
Mengenali diri sendiri ini sangat penting. Bahkan jika anda belajar manajemen dan tahu istilah swot, kekuatan dan kelemahan dalam menghadapi tantangan dan mengambil kesempatan, sebenarnya anda harusnya bisa mengenali, memetakan swot diri anda sendiri. Sehingga banyak yang kita lihat orang-orang yang hidup sehat dengan mengidap penyakit tertentu. Punya semangat juang tinggi. Dia tahu bahwa dia pengidap kanker payudara tapi dia seperti orang yang tak pernah mengidap sakit itu. Dia seorang pengidap HIV Aids tapi dia penyuluh tangguh penyakit itu, menyadarkan orang akan bahaya penyakit itu dan bagaimana hidup dengan mengidapnya tanpa mati-mati. Dan banyak kisah sukses lainnya ketika punya keterbatasan, putus sekolah, idap penyakit, tapi sukses terus dalam hidupnya.
Anda tak perlu susah-susah sebenarnya menjalani hidup ini. Hidup ini kan pilihan. Semua orang sering mengucapkan itu tapi sering salah pilih. Pilih lah template, pola, patron yang sesuai dengan kondisi anda. Bahkan kalau anda pemadat sekalipun, tak lepas dari narkoba, anda bisa meniru Mike Tyson yang bangkrut dan sekarang menjadi kaya dengan menjadi pemilik ladang ganja di Amerika sana. Lha kok bisa? Jelas bisa. Karena ganja disana dilegalkan untuk konsumsi tertentu dan pengobatan medis. Mike Tyson sang petinju legendaris mengambil peluang itu. Jangan seperti disini, cuma buat madesu, masa depan suram. Cari lah template yang pas dengan anda. Anda mengidap diabetes. Jadilah pedagang sukses dengan diabetes. Diabetes anda tetap ada tapi tidak mengganggu kehidupan anda. Anda pelajari dari A sampai Z. Anda buka toko herbal, anda tanam tanaman anti diabetes, jual  Kembangkan dengan metode MLM,  bikin merk dagang sendiri, patenkan. Bikin seminar, pasang iklan di koran. Ceritakan success story anda di media online. Anda akan menjadi template bagi orang lain lagi. Banyak hal yang bisa anda jadikan template untuk kesuksesan anda. Mungkin Anies Baswedan anda tiru success storynya. Anda jadi pejuang eceng gondok. Tapi jangan bikin orang lain gondok. Kembangkan jadi bahan berguna, bikin keripik, tas, tikar, perabot dari eceng gondok. Bisa saja. Tapi kalau sudah mencapai umur 40an, 50an, baru belajar alif, ba, ta, haduh rasanya hidup kok sia-sia ya, ngapain aja 40 tahun masih mencari jati diri. Kalaupun anda baru belajar. Tidak masalah. Berarti anda baru mengenal diri anda saat ini. Tapi tanamkan di diri anda, besok anda Harus mengenalkan metode Iqro cepat bagi manula. Cara cepat baca Al Quran. Cara praktis Hafal Juz Amma di usia 50 tahun. Jangan yang biasa. Harus luar biasa karena anda start nya sudah kalah jauh sama bayi 5 tahun. Intinya sekarang bagaimana anda yang baru merangkak harus bisa langsung berlari. Bisa. Kenali diri Anda

Mudah Tersinggung

Urusan perasaan memang sulit menghadapinya. Untunglah ada akal yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk mengendalikan hati yang mudah berubah-ubah. Pada hewan dan tanaman ada juga ditemukan beberapa yang mudah tersinggung, ngambek, seperti tanaman yang tidak mau berbuah ketika dipindah ke pot atau tempat yang lain atau ayam atau burung yang tidak mau bertelur ketika stres dipindah kandangnya atau ditukar jenis makanannya. Untuk hewan dan tanaman paling sebatas itu saja yang bisa kita temui, atau paling banter sebatas urusan makanan, tak lebih dari itu. Dan seringkali kita temui ketika hewan-hewan itu cukup makan, kenyang, dia malah tidak terusik sama sekali sama mangsanya meskipun itu berada disampingnya sekalipun. Itu lah binatang.
Tetapi manusia. Makhluk unik ciptaan Tuhan ini beda dari yang lain. Mulai dari lahir hingga menjelang ajal tiba, urusan perasaan sangat rumit. Dari bayi sering kita temukan, saat makan saja, beda jenis makanan, ngambek, makan tanpa musik atau siaran tv tertentu, nangis, makan tidak dibawa jalan-jalan ke teras atau luar rumah, teriak-teriak. Itu lah bayi. Bahkan orang tua yang sudah pengalaman dengan asam garam kehidupan ini pun tak lepas dari ketersinggungan. Gampang ngambek, mudah marah. Saat sekarat pun, disuguhin obat, marah. AC tidak dingin, marah. Minum tidak dapat dijangkau, marah. Dibacain doa-doa, pengajian marah. Apa saja yang dilakukan orang membuatnya tersinggung. Sedikit sedikit marah.
Belajar Mengendalikan Emosi
Mengapa bangsa ini akhir-akhir ini gampang marah? Reformasi di tahun 1998 adalah awal bangsa Indonesia dapat mengungkapkan pendapatnya secara terbuka. Sebelumnya di masa Orde Baru, memang secara hukum, kebebasan berpendapat dijamin oleh undang-undang. Namun secara tersirat, terjadi pengekangan. Tidak sedikit media yang dibredel di zaman itu. Mengkritik pemerintah berarti berhadapan dengan hukum. Sampai-sampai demokrasi yang kelihatannya ada, semua dikendalikan pemerintah. Daerah yang tidak memilih Golkar siap-siap tidak menikmati pembangunan seperti pembangunan jembatan, sekolah, perbaikan jalan dan sebagainya. Nah, eforia reformasi membawa masyarakat Indonesia ke sebuah masa dimana siapa pun bisa mengungkapkan perasaannya, menyatakan pendapatnya. Tetapi dampak negatif yang muncul pun tidak terelakkan, yaitu emosi yang tidak terkendali. Layaknya anak-anak, jika dibiarkan bebas bermain, mereka tidak paham mana yang boleh mana yang tidak boleh. Jika terjadi pembiaran, sekelompok anak-anak yang asik bermain bola, akan bermain dimana saja, seharusnya mereka bermain di lapangan. Karena tidak ada larangan, terjadi pembiaran, maka didukung rasa keingintahuan yang tinggi mereka bisa main di ladang orang, pekarangan rumah orang, di jalan raya, parkiran gedung dan berbagai tempat lainnya. Ketika hal ini sudah mengganggu, saat mereka ditegur, diperingatkan, mereka tidak terima, marah, bahkan mengamuk. Sebuah contoh penyaluran emosi yang salah. Emosi yang meletup-letup tidak dapat dikendalikan hingga disalurkan melalui amarah dan amuk massa.
Tidak sedikit kasus sepele yang kita jumpai di negeri ini menjadi besar hanya karena senggolan saat joget dangdut, rebutan lahan parkir, godain cewek, knalpot motor yang berakhir dengan tawuran antar kampung, pembantaian warga dan pengusiran dan pembakaran rumah penduduk. Hanya masalah ringan yang harusnya selesai dalam hitungan menit di kedai kopi atau bersalaman saja, tetapi kenyataannya tidak. Kondisi ini diperparah lagi dengan solidaritas yang tidak jelas. Membela yang tidak tahu duduk perkaranya. Melerai orang bertikai malah dianggap membela orang yang salah. Semua terjungkir balik, semua serba salah. Mengapa ini semua terjadi? Sebab kebablasan itu tadi
Seyogyanya manusia harus belajar dan terus belajar mengendalikan emosinya. Itu sebab dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad saw sejak kecil sudah dibedah hatinya dan dibuang bagian hitamnya yaitu hati busuk yang memang ada di diri seorang manusia. Dan itu sebab Ia diutus untuk memperbaiki akhlak manusia. Karena manusia bukan malaikat yang sifatnya baik hanya mengabdi pada Allah dan juga bukan iblis yang sifatnya jahat untuk menggoda manusia. Manusia memiliki kedua sifat baik dan buruk, sifat malaikat dan setan. Itu lah gunanya Akal Pikiran diberikan Allah untuk mengendalikan perbuatan yang dilarang.
Mengendalikan sifat tersinggung memang tidak mudah. Harus ekstra hati-hati dan kerja keras jika yang dihadapi seseorang yang memang susah untuk dikendalikan. Efek dari sifat tersinggung ini ada 2, keluar dan ke dalam. Jika ketersinggungan ini memuncak menjadi emosi yang tak terkendali muncullah amarah hingga menimbulkan makian, sumpah serapah, bahkan pembunuhan. Tetapi jika amarah itu dipendam bisa berdampak buruk juga jika sifatnya tidak terbuka. Seseorang yang tidak kuat dengan tekanan, merasa sering dibully, baperan (terbawa perasaan) tetapi tidak bisa mengunggapkan rasa marahnya akhirnya bisa menyakiti diri bahkan fatalnya adalah bunuh diri. Jadi sama-sama buruk.
Adakah cara tepat untuk mengendalikan sifat mudah tersinggung ini? Ada. Yaitu dengan Komunikasi dan Latihan Kebugaran.
Menghadapi anak yang mudah tersinggung memang harus telaten dan sabar. Kita harus pintar berkomunikasi. Tidak hanya memberikan pengertian tetapi juga memilih kata-kata yang tepat agar dirinya tidak tambah tersinggung. Menghadapi seseorang yang baper ditambah tindakan yang gampang berontak lebih sulit lagi. Untuk memberikan pengertiannya agar bisa dipahami harus menunggunya tenang, kondusif. Mungkin butuh waktu, diajak ngopi, makan minum lalu menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Itu sebab dalam Islam Nabi mengajarkan, jika dirimu emosi, berwudhu' lah. Dan amarah itu memang seperti api yang harus dipadamkan dengan air. Jika marah dalam keadaan berdiri, duduk lah. Jika marah memuncak, sholatlah. Jadi bukan diturutin amarahnya, tapi justru kita yang harus meredamnya.
Banyak cara untuk mengendalikan sifat mudah tersinggung. Kita bisa membaca buku, menonton film. Disana kita akan menemukan sebuah konflik, dan itu akan memberikan pelajaran buat kita. Bagaimana seseorang harus mengendalikan emosinya. Tidak semua status orang harus ditanggapi. Tidak semua cibiran harus direspon. Bahwa status seseorang belum tentu diarahkan ke kita. Jangan Baper. Latihan lainnya bisa dengan berolahraga dan beribadah. Latihan kebugaran. Kebugaran Jasmani dan Rohani. Bagaimana seorang prajurit harus berlatih baris berbaris sebagai latihan dasar militernya. Mereka harus disiplin, kompak dan seragam. Tidak marah saat dibentak, tidak melawan jika dihukum. Bagaimana seorang yang baper jika menjadi tentara. Tersinggung sedikit dia bakal menembak siapa saja. Bahaya. Maka dengan berlatih olahraga, bersosialisasi, ngobrol, bercengkerama, membaca, menonton film, maka kita akan dengan mudah mengendalikan emosi kita. Seseorang pejabat yang bertahun-tahun menjadi pimpinan tiba saatnya pensiun. Mereka yang tidak berolahraga, tidak ada aktivitas ke luar rumah, tidak bersosialisasi, mengikuti acara kumpul keluarga, arisan, pengajian, itu pasti lebih mudah tersinggung dibanding seorang pensiunan yang aktif. Jadi mengendalikan sifat mudah tersinggung memang perlu dilatih bukan dibiarkan dan dianggap sebagai sebuah karakter, pembawaan seseorang. Semua bisa diubah dengan latihan rutin, baik latihan resmi maupun otodidak. Yang penting adalah kemauan. Tidak sedikit orang cacat yang sukses karena berlatih. Banyak orang introvert, tertutup yang menjadi penyanyi, artis terkenal karena berlatih. Mudah tersinggung adalah Penyakit. Balik ke diri kita mau sembuh, menang terhadap penyakit atau dikendalikan penyakit. Jadi tidak ada yang tidak mungkin, selama kita mau mengubah sifat buruk itu. Berlatih lah.

Wednesday, September 4, 2019

BPJS Niatkan Sedekah Aja

Whaattt??
Gile lu ndro.. !!
Yaa demikian lah polemik yang berkembang akhir-akhir ini kita dengar bahwa iuran BPJS diusulkan naik sekitar 2x lipat. Berita yang sebelum-sebelumnya kita ikuti bahwa BPJS mengalami kerugian mencapai 16,5 triliun rupiah di tahun 2018. Untuk menutupi defisit ini, Menteri Keuangan mengusulkan untuk menaikkan iuran. DPR sepertinya menyetujui kenaikan tersebut untuk kelas I dan II tapi tidak untuk kelas III. Kita lihat nanti bagaimana penyelesaian BPJS yang terus merugi tersebut. Kita selama ini taunya hanya mengeluh dan mengeluh saja tentang bagaimana buruknya pelayanan BPJS. Tidak dilayani, tidak dianggap, dianaktirikan oleh layanan kesehatan yaitu puskesmas dan rumah sakit. Sebenarnya ini masalahnya, masyarakat tau gak sih, paham ga sih, ini masalah layanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit atau BPJSnya? BPJS itu kan asuransi jaminan kesehatan. Artinya kita mengasuransikan diri kita (walaupun secara paksa) untuk mendapatkan layanan kesehatan. Sama persis seperti Asuransi Kesehatannya Swasta. Bedanya ini dikelola oleh Pemerintah. Dan di beberapa tempat, iurannya Rp 0, alias gratis tis tis. Coba apa gak baik tuh pemerintah. Lalu dimana salahnya kalau Pemerintah tekor? Hanya untuk menyembuhkan rakyatnya, Pemerintah harus menjamin kesehatan rakyatnya. Ini sudah menjadi tuntutan UUD 1945. Yang merupakan terjemahan dari sila kelima Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Rakyat Indonesia. Adil dari sisi apa pun, termasuk pelayanan kesehatan. Lalu kok bisa tekor, defisit?

BPJS Demi Melayani Kesehatan Rakyat
Sering kita dengar betapa sedih bahkan terbilang sadis pelayanan rumah sakit yang ada BPJSnya kepada Pasien. Tidak mendapat kamar, bahkan tidur di bangsal. Begitu sekarat pun tidak dilayani, dokter tak kunjung datang, hingga ajal menjemput. Belum lagi judesnya perawat-perawat yang melayani pasien bahkan lebih parah dari pada merawat binatang peliharaan. Aku sampai kesal mendengar cerita teman, bagaimana ibunya marah gara-gara diberi makanan dengan piring plastik, dibedakan dengan pasien non-BPJS. "Aku bukan anjing (maaf) ya! Kau tukar itu piringnya dengan piring kaca atau keramik", begitu temanku bilang bahwa mereka pasien asuransi swasta, langsung perawat dan rumah sakit tersebut minta-minta maaf. So what gitu loh dengan BPJS? sampai membedakan piring makan pasien. Naudzubillahi min dzalik. Jadi sebenarnya siapakah yang jahat disini? BPJS kah atau rumah sakit beserta jajarannya?
Sejatinya BPJS itu adalah bagian dari Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN). Jaminan pemeliharaan kesehatan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dan setelah kemerdekaan, pada tahun 1949, setelah pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda, upaya untuk menjamin kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya pegawai negeri sipil beserta keluarga, tetap dilanjutkan. Seiring waktu, langkah menuju cakupan kesehatan semesta pun semakin nyata dengan resmi beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014, sebagai transformasi dari PT Askes (Persero). Hal ini berawal pada tahun 2004 saat pemerintah mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan kemudian pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) serta menunjuk PT Askes (Persero) sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan, sehingga PT Askes (Persero) pun berubah menjadi BPJS Kesehatan.
Melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, negara hadir di tengah kita untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh jaminan kesehatan yang komprehensif, adil, dan merata.
Lalu mengapa defisit seperti pertanyaan di awal tadi. Sesungguhnya rakyat yang sakit itu semakin hari semakin meningkat. Yang sakit itu bergeser saat ini seiring meningkatnya taraf ekonomi masyarakat. Kalau dulu sakitnya TBC, Diare, Demam Berdarah, nah sekarang penyakitnya kelas berat dan mahal-mahal hehe ada diabetes, obesitas, asam urat, karena kebanyakan makan enak dan tidak menjaga pola hidup sehat. Dengan adanya BPJS yang dulunya masyarakat miskin boleh dibilang tidak tersentuh layanan kesehatan, sekarang mereka bisa mendapatkan layanan tersebut. Antre? Jelas. Karena yang sakit semakin banyak, jumlah penduduk meningkat sedangkan tenaga medis dan layanan kesehatan terbatas.

BPJS itu Pilihan
Mungkin kenaikan iuran berikutnya ini adalah kenaikan kedua dari BPJS. Tentu memberatkan bagi sebagian orang. Berbagai upaya telah dilakukan BPJS untuk menutupi defisit tersebut. Dengan membuat syarat bahwa 1 keluarga harus terdaftar, baik sakit atau tidak, harus membayar ketika sakit kembali, karena masyarakat kita cukup nakal dengan berpikir kalau pas sakit saja bayarnya. Ya bagaimana gak jebol BPJS. Lalu adakah dari kita yang mengikuti berita, peduli akan pembobolan BPJS secara berjamaah. Disinyalir puluhan Rumah Sakit di Medan melakukan penggelapan, penyelewengan dana BPJS. Yang terakhir adalah kasus Rumah Sakit di Lembang. Angka ini terus meningkat, mencapai miliaran rupiah bocor setiap tahunnya. Sementara kita, masyarakat, hanya bisa menghujat, layanan buruk, gaji Direksi dan pegawai BPJS besarnya gila-gilaan dan sebagainya. Adakah kita yang peduli atau mengadukan ke lembaga yang berwenang, seperti Ombudsman, Polisi, BPK, KPK mengenai penyelewengan itu? Atau kita diam saja melihat korupsi merajalela, merugikan kita dan menyalahkan yang lainnya karena beritanya kalah dengan keburukan-keburukan BPJS?
Penyimpangan dana BPJS, menurut Asintel Kejati Sumut, Leo Simanjuntak diduga melibatkan puluhan rumah sakit swasta. Namun yang baru terbongkar baru satu rumah sakit yang beroperasi di Kota Medan. Padahal rumah sakit di Medan diperkirakan ada puluhan unit. Jika satu rumah sakit saja merugikan keuangan miliaran rupiah dan berapa puluh miliar rupiah kebocoran uang negara. Penyimpangan klaim dana BPJS Kesehatan itu berupa klaim biaya menginap di rumah sakit, biaya obat, biaya perawatan dokter, pemeriksaan dan lainnya. Silahkan Anda cek berikut ini,  https://www.merdeka.com/amp/peristiwa/puluhan-rumah-sakit-di-medan-diduga-selewengkan-dana-bpjs-kesehatan.html .
Nah sebelum kita marah-marah, ngumpat-ngumpat, mencaci maki BPJS, ada baiknya kita tau dulu duduk perkaranya. Dan kembali lagi ke diri, kalau keberatan dengan BPJS ya keluar, tidak usah dibayar, tidak usah marah-marah, nanti cepat tua haha. Gitu aja kok repot kata Gus Dur.

Sulitnya Sedekah Di Kemudian Hari

Bahwa ada banyak sekali saudara-saudara kita se-Indonesia yang hidupnya tergantung dari layanan kesehatan dan mereka sangat terbantu oleh BPJS. Tanpa BPJS mungkin mereka sudah pindah alam meskipun umur di tangan Allah. Tapi dengan adanya BPJS, mereka tertolong. Mereka bisa cuci darah, mereka bisa operasi, mendapatkan obat yang tidak murah, bahkan ini sudah dialami bukan saja kalangan miskin yang tidak punya apa-apa, tapi juga golongan artis, orang berduit sekali pun, kalau namanya sakit, pasti dipusingkan dengan biaya pengobatan. Disitu lah peran BPJS, disitu lah perlunya iuran kita, disana lah kita saling berbagi. Mungkin hari ini kita bantu mereka, esok lusa boleh jadi kita yang dibantu oleh iuran BPJS orang lain itu. Kalau berharap semua dari Pemerintah, sementara pelaku kriminal dana BPJS beroperasi setiap hari, bagaimana BPJS tidak tekor? Kita ibarat berlayar dalam perahu di tengah ombak badai di tengah laut tetapi ada manusia-manusia jahat yang dengan sengaja membocori kapalnya sendiri hadeeuuhh.. Jangan lah kita juga menjadi Jahat kepada negara kita sendiri.
Beberapa tahun lalu diberitakan seorang Ustad pulang dari Singapura, lalu ditangkap imigrasi. Kita pun, terutama yang pembenci alias haters langsung membully, memviralkan berita tersebut. Ya, dialah Ustad Yusuf Mansur. Ternyata berita sebenarnya adalah bahwa sang ustad pulang memberi ceramah di Singapura ketitipan uang sumbangan alias sedekah orang sana. Lha kok bisa. Bisa. Karena sulitnya menyalurkan sedekah disana, jumlah orang miskin sedikit, mesjid-mesjid mewah, ber-AC, fasilitas memadai, sehingga kaum muslim disana menitipkan sedekahnya pada ustad yang dikenal dengan gerakan sedekahnya ini. Lalu apa urusannya dengan imigrasi? Karena beliau membawa 2 koper uang kes, maka harus lah dilaporkan ke lembaga berwenang sesuai ketentuan yaitu Imigrasi. Begitu ceritanya. Jangan juga kita ikutan jahat menyebar hoax sementara kita tak tau masalah sebenarnya. Apa hubungannya sedekah dan BPJS. Ya baik-baik saja hehe. Ya jelas ada. Karena BPJS adalah sarana untuk berbagi melalui iuran yang kita bayarkan. Bayangkan kalau sampai tutup usia kita selalu membayar iuran tetapi tidak pernah mendapat manfaat, tidak pernah menggunakan BPJS. Mau gak mau kita secara tidak langsung kan membantu Pemerintah atau secara tidak langsung pasien lainnya untuk berobat. Kalau aku sih jalan pikirannya begitu. Amit-amit deh kalau sampai sakit. Kita harus menjaga hidup kita agar tetap sehat. Karena sakit itu mahal.
Makanan saat ini sangat-sangat membuai kita. Sangat indah dipandang mata dan sangat lezat rasanya. Semua rasanya ingin dipindahkan ke mulut ini, dimasukkan ke perut ini. Mungkin saat ini fine-fine saja, gak kenapa-napa. Tapi begitu sakit, langsung drop, stres,  diagnosisnya sangat mengerikan. Yang kanker lah, stadium 4 lah, stroke lah, komplikasi lah. Sedangkan kita yang makan benar saja seperti 4 sehat 5 sempurna, rajin olahraga saja, banyak kimia yang kita masukkan ke tubuh ini, yang pupuk lah, pestisida lah, pengawet lah, apa lah, apalagi kalau kita makan mengikuti selera dan hawa nafsu kita. Itu artinya kita ingin segera berhubungan dengan BPJS dan berhadapan dengan kegilaan rumah sakit haha. Kalau aku sih mending tahan selera.
Bagi Anda yang muslim, ajaran sedekah pasti lah sudah dipahami sejak kanak-kanak. Besar  pahala bagi kita yang rajin berbagi. Manfaat sedekah secara tidak langsung juga banyak, sampai bisa memperpanjang umur dan menghapus dosa. Jika ilmu yang dipelajari lebih dalam lagi. Makna ibadah sebenarnya adalah kontinuitas, terus menerus setiap saat. Karena manusia itu diciptakan untuk beribadah. Jadi tidak ada jeda untuk ibadah, saat kerja, istirahat bahkan mau buang air besar dan selesainya pun ada Doa nya diajarkan dalam Islam. Nah, sehubungan dengan ibadah sedekah, bukan besarnya Nilai yang kita keluarkan yang bernilai amalan besar, namun keikhlasan dan rutinitas sedekahnya yang jauh lebih bernilai. Sehingga tidak lah salah apa yang dilakukan muslim Singapura itu karena berbagi ke masyarakat Indonesia. Aku sendiri pernah mengalami hal yang sama. Aku mencoba untuk mendawamkan, merutinkan sedekah harian. Setiap pagi berangkat kerja, aku menjumpai 2 pengemis buta di pinggir jalan menuju kantor, ibu-ibu. Saat ini, pengemis itu tinggal seorang. Dan kemarin aku sempat bertanya-tanya, bingung, karena ibu itu pun tidak lagi duduk di tepian jalan itu. Mereka mengemis hanya di pagi hari sampai sekitar pukul 8-an. Karena jika kita melintas sekitar jam 9-10 pagi, mereka sudah pergi. Aku sempat berpikir apakah si ibu itu sakit, pulang kampung atau kemana. Dan sekarang seorang ibu itu kembali duduk mengemis disitu dan aku melanjutkan sedekah harianku. Bayangkan jika ibu itu tidak lagi duduk disana seperti temannya itu. Mungkin sedekahku terputus atau aku harus memasukkan ke kaleng mesjid.
Nah, jika Anda tidak merasa keberatan dengan kenaikan iuran BPJS apalagi Anda menanggung keluarga Anda 3-5 orang. Bayangkan betapa besar dan rutin sedekah Anda setiap bulannya, jika 160.000 seorang dan 1 keluarga ada 4 yang harus dibayar maka sebulannya Anda akan mengeluarkan 640.000 jika dibagi 30 hari, kira-kira seharinya Anda sedekah 21.000 atau ya 5.000an per orangnya bersedekah dalam sehari. Lalu bagaimana jika Anda tidak sakit-sakit. Hangus dong. Ya, mungkin Anda lupa bahwa sedekah Anda lah yang menjaga Anda tetap sehat. Tetapi jika Anda keberatan dengan besarnya iuran tersebut, Anda bisa turun kelas atau keluar dari BPJS. Tetapi Anda jadi kehilangan kesempatan untuk bersedekah hehe. Ingat bahwa rejeki bukan hanya duit. Sehat, Bahagia, Panjang Umur, juga merupakan rejeki yang mungkin diberikan Allah sebagai imbalan bahwa Anda rutin beramal soleh, beribadah termasuk bersedekah. Jadi jangan sia-siakan kesempatan ini. Tetapi jangan lupa juga, bahwa itu akan berkah jika Anda ikhlas, jika Anda bayar tetapi tetap ngedumel, kesal, ya percuma saja. Nilai sedekahnya berkurang.
Jadi lihat selalu liat sisi baiknya saja dari sebuah keadaan. Semoga ke depan negara ini semakin menuju Baldatun Toyyibatun Wa Rabbun Ghafur. Gemah Ripah Loh Jinawi. Negeri yang Aman, Damai, Sejahtera. Aamiin

Friday, August 23, 2019

Mikir itu Jangan Terbolak Balik

Pahamlah saya sekarang mengapa dulu ada pelajaran Logika yang masuk dalam bagian pelajaran Matematika, memang saat belajar dulu mikirnya kok ribet, jalan pikiran kita dibolak balik. Andi laki-laki, Andi berkumis. Ina perempuan maka Ina tidak berkumis. Ayam adalah hewan berkaki dua. Manusia berkaki dua. Manusia bukan hewan. Kira-kira seperti-seperti itu lah pelajaran yang kita dapati dulu dan ini menjadi bagian ujian psikologi ketika kita mau masuk ke perguruan tinggi, masuk ke perusahaan dan mengikuti asesmen ketika sudah menjadi pegawai. Karena Logika Berpikir itu Memang Penting. Mengapa?  Karena saat ini, sering sekali dijumpai, orang-orang yang asbun, asjep, asal bunyi, asal jeplak, seperti kentut. Lepas tanpa rem. Orang lain yang dengar suaranya dan cium baunya hehe.
Teringat saat kebetulan Jumatan di Terminal Kampung Rambutan beberapa tahun silam. Khatib di mesjid kecil itu dengan entengnya bilang, "saya pikir yang namanya Pasar Bebas itu kita bebas ambil apa saja di pasar lalu dibayar Pemerintah". Nah lho.. saking menolaknya dengan Era Pasar Bebas, perubahan zaman saat itu, ustad yang menguasai bidang agama itu masuk ke ranah ekonomi yang bukan bidangnya. Ya gitu deh hehe. Ada lagi yang menolak bayar iuran BPJS karena hanya memperkaya Direktur dan pegawai BPJS tapi tidak memberikan layanan kesehatan yang baik bagi masyarakat. Lha ini sangat ngawur ini logikanya. Coba zaman dulu yang miskin sakit, ya mati, jelas itu. Tapi dengan BPJS seyogyanya ia mendapatkan layanan kesehatan minimal puskesmas. Kalau puskesmasnya tidak memberikan layanan sesuai kebutuhan pasien atau rumah sakit membeda-bedakan layanan, apakah itu urusan BPJS atau Rumah Sakitnya.
Pikiran Zig Zag
Orang sekarang itu ngomongnya, bicaranya seringkali tidak dipikirkan terlebih dahulu. Dan parahnya kalaupun mereka berpikir. Mikirnya itu zig zag, suka terbolak balik. Mungkin ini dulunya dari kecil sampai dewasa karena terlalu sibuk membahas, "Mana duluan, Telur atau Ayam?" yaa terus aja begitu, muter-muter gak karuan haha. Sehingga mikirnya itu mbulet. Gak pakai logika. "Coba kemarin berobat disana pasti tidak separah ini sakitnya. Lihat aja nanti kalau Jokowi jadi Presiden lagi, azab Tuhan akan datang. Jangan mau bayar pajak, sudah bayar pajak, utang Negara nambah, korupsi melulu, kemana duitnya menguap". Apalagi dikompori dengan Capres saat debat kemarin. kekayaan negeri ini lari dibawa ke Luar Negeri. Yaahh jadi deh, klop.
Bahkan urusan-urusan sepele sekali pun, masyarakat kita mikirnya itu sering kebolak balik. Kenapa terlambat? Macet pak. Lha iya di jam bersamaan, semua orang berangkat kerja ya pasti macet. Berangkat dong lebih awal, antisipasi jalur macet, gunakan transportasi massal, dsb. Atau kasus pedagang yang merengek-rengek minta pengampunan Satpol PP, jangan dibawa pak dagangan kami, sambil guling-guling di tanah. Itu sumber pencarian kami, dari situ kami makan. Bagaimana anak-anak kami sekolah kalau dagangan kami disita. Lha, situ jualannya di trotoar, di badan jalan, di tempat orang lain yang punya Hak juga untuk memakainya. Pedagang ini membuat kemacetan, kotor, menghambat aktivitas warga lain. Kok logikanya jadi dibalik. Seolah-olah berjualan sembarangan dibolehkan, dimaklumi, diizinkan, kita jadi permisif, sementara orang lain jadi dirugikan.
Banyak hal saat ini yang kita jumpai yang "seolah-olah yang salah itu lah yang benar dan sebaliknya". Kasus terakhir ya Ceramah Ustad yang menjadi viral dan Emosi warga Papua. Logika-logika terbalik ini didukung kuat pula oleh Hoax. Hoax bermain disana. Jadi "seolah-olah". Yang tadinya seharusnya kita benci, salahkan jadi kita sanjung, kita puja, kita bela kebenarannya.
Menormalkan Logika Berpikir
Menjadi PR kita bersama bahwa Pikiran-pikran Zig zag tadi sebisa mungkin kita luruskan, kita kembalikan ke posisinya semula. Mana yang benar mana yang salah. Mana hubungannya yang sebab akibat mana yang akibat sebab. Mana yang DM (Diterangkan Menerangkan) mana yang MD (Menerangkan Diterangkan). Ribet amat sih? Gak ada yang ribet. Cara untuk menormalkan ini adalah dengan mencari, membaca, mendengarkan dari banyak sumber bukan hanya yang sejalan dengan pikiran kita tapi juga yang bertentangan dengan pikiran kita. Nah, nanti akan terbuka disana, terjelaskan, paling tidak akan mendapat benang merah permasalahannya. Bahwa Pasar Bebas itu apa, kenapa bisa ada pasar seperti itu. Kenapa BPJS ada, dulunya bagaimana, siapa yang bertanggung jawab dengan pelayanan, apakah BPJS atau rumah sakit. Apakah pedagang itu boleh berjualan di sembarang tempat difasilitasi dengan air PAM, lampu dan tempat parkir. Apakah musibah itu datang karena Presidennya tidak diganti. Apakah Ariel itu benar dan sah-sah saja merekam video dengan pacarnya di ruang tertutup dan hanya bedua, yang salah yang menyebarkannya, apakah semua salah sehingga harus di penjara. Yah kira-kira seperti itu akan terjelaskan jika kita membuka banyak sumber untuk pikiran kita. Tapi jangan harap kalau kita seperti katak dibawah tempurung, dengarnya, liatnya cuma hoax, hoax dan hoax

Tuesday, July 23, 2019

STOP Membeda-bedakan Orang

Sadar tidak sadar seringkali ucapan kita, prilaku kita, gestur kita membeda-bedakan keadaan atau orang lain. Item dikit teman kita, kita tidak mau semobil dengannya. Gaya berpakaian tetangga kita yang menurut kita kampungan aja kita gak mau duduk dekat dengannya, bahkan kalau ada yang sarapan roti kita langsung bilang sarapan bule, kek orang barat nih, seperti meninggikan bule, bangsa barat, sepertinya makanan lokal, sarapan Indonesia lebih rendah atau tidak lebih bergizi dibandingkan makan roti. Walaupun ini hanya sekadar bercanda, ucapan belaka, tetapi tersirat unsur membeda-bedakan makanan, teman dan tetangga kita.
Kita seringkali menuduh bahkan mengatakan bahwa bangsa barat cenderung rasis seperti merendahkan orang negro, pendatang dari mexico, bahkan kejadian yang masih hangat terjadi saat ini ketika Presiden AS, Donald Trump, meski tidak menyebut nama secara langsung, dalam kicauannya di twitter Trump meminta sejumlah anggota kongres yang dianggap warga keturunan lebih baik angkat kaki ke negara asal mereka dari pada mengkritik pemerintah. Trump berulangkali bersikap rasis terhadap Muslim dan Negara Islam yang dianggap teroris.
Diskriminatif Dimana Saja
Secara definisi, Theodorson & Theodorson (1979), pengertian diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan atau kelompok berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal atau atribut khas seperti ras, suku, agama atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Menurut PBB, diskriminasi adalah perilaku dan tindakan yang dilakukan berdasarkan perbedaan dalam kategorisasi yang dibuat oleh alam atau masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya.
Apa yang dilakukan orang-orang yang diskriminatif ini bisa terjadi dimana saja, negara, lembaga, kantor, sekolah, lingkungan rumah tinggal, di berbagai sektor mulai dari seni, budaya, olah raga, ekonomi, hukum bahkan agama, yang dilakukan oleh negara, lembaga negara, pejabat, guru, preman, sekelompok orang bahkan perorangan. Semua mungkin pernah melakukan tindakan diskriminasi.
Orang yang sering diperlakukan berbeda dengan yang lainnya, akan menyimpan rasa berontak bahkan dendam dengan keadaan yang diterimanya. Seorang anak kecil akan menangis ketika tidak diberi balon di pesta ulang tahun temannya sementara anak yang lain diberi balon. Seorang anak remaja akan kesal ketika kakaknya dibelikan hp baru saat mendapatkan ranking kelas sementara dia yang juara kelas pun tidak dapat hp. Jika perlakuan membeda-bedakan orang ini karena ketidaksukaan, karena kebencian, karena kedengkian, dialami seseorang secara terus menerus, maka akan berdampak pada balas dendam ketika orang tersebut berada pada posisi yang bisa membalas semua keadaan yang telah ia terima. Orang tersebut akan cenderung membedakan orang lain juga, mulai dari hal-hal kecil sampai yang membuat orang lain tersiksa juga seperti yang pernah ia alami.
Tuhan Tidak Pernah Diskriminatif
Sejatinya kita diciptakan Tuhan sama dan sederajat di hadapan Nya. Hanya Tuhan yang berhak membeda-bedakan ciptaannya. Tetapi Tuhan hanya membedakan kita, manusia, dari amal ibadahnya. Semiskin apa pun manusia, sehina apapun seseorang dimata orang lain, tetapi apabila rajin ibadahnya, maka derajatnya sangat tinggi di hadapan Allah. Kita yang selalu menghina orang lain, membedakan orang karena cacatnya, logatnya, warna kulitnya, suku bangsanya, agamanya, sebenarnya orang yang paling hina di hadapan Allah.
Sedangkan pahala yang diberikan Allah kepada orang yang sholat di mesjid dibedakan Allah dengan orang yang datang paling awal diberikan pahala seumpama Unta, yang berikutnya seumpama Sapi, dan seterusnya hingga yang terlambat hanya diberikan pahala sebesar Telur. Jadi bukan dilihat dari Orang Amerika yang pertama datang ke Mesjid atau Presiden yang datang akan mendapatkan pahala sebesar Unta, dan orang miskin yang datang ke mesjid mendapatkan Telur atau suku Bugis yang datang ke mesjid tidak mendapatkan pahala. Tidak. Pahala yang datang ke mesjid tidak dibedakan Allah swt dari suku bangsanya, jabatannya, golongannya dan statusnya. Tidak. Allah swt membedakannya berdasarkan siapa yang paling awal datang ke mesjid, siapa yang paling taat beribadah, siapa yang paling rajin dan istiqamah dalam beribadah. Itu Tuhan, yang menciptakan kita. Yang memberikan kita Kehidupan, Nafas, Rejeki, Jodoh, Kebahagiaan dan semua yang kita dapatkan dan nikmati saat ini. Lha kita yang manusia, yang tidak ada apa-apanya dihadapan Tuhan kok bisa-bisanya, kok senang sekali, kok bangga bisa ngerjain orang lain, bisa membeda-bedakan orang lain, bisa mengelompok-ngelompokkan orang lain dalam konotasi negatif.
Kita ini sama, sederajat, hanya berbeda warna kulit, tinggi badan, perawakan, tempat lahir, logat, suku bangsa dan pendidikan. Tidak ada manusia yang mau terlahir cacat, hitam, bodoh, jelek, suku tertentu, bangsa tertentu, lahir di kota tertentu, beragama tertentu. Kalau bisa pesan atau minta, pasti lah orang yang akan lahir pesannya dalam kondisi yang keren, bagus, kaya, cakep dan semua yang bagus-bagus. Tapi dengan adanya perbedaan itu lah kita diuji kesabaran, diajarkan untuk bisa menerima perbedaan, kekurangan, warna kulit, agama, suku bangsa, pendidikan dan sebagainya. Bukan kah robot yang diciptakan sama keluaran pabrik sekali pun pasti ada perbedaannya bahkan sepersekian mili tingginya, kecepatannya, lebarnya, panjangnya, kemampuannya dan sebagainya. Walaupun di mata manusia itu sama, secara detil sama, tapi secara pengujian laboratorium pasti ada perbedaannya dalam ukuran sangat kecil. Homogen itu tidak nikmat. Gak seru. Justru berbeda itu keren, tapi bukan untuk dibeda-bedakan. Diskriminatif.

Monday, October 29, 2018

Warisan Terbesar Dari Orang Tua

Sore itu aku mengambil kue martabak kecil, mirip crepes dari sepupuku yang datang ke rumah. Ternyata dia beli cuma 1 buat dia saja haha aseemm. Dia menawarkan martabak manis yang besar. Ah biasa, untuk crepes ini emang agak jarang dijual di pasar, kebanyakan martabak manis biasa, kue pancung dan lainnya. Sepupuku bilang oh dia sukanya yang tipis ya, crepes itu maksudnya. Iya, persis ayahnya kata mamaku hehe. Sekejap aku terperanjat. Oh ternyata ayahku dulu begitu toh waktu mudanya. Maklum aku sudah 20 tahun meninggalkan kota ini, Medan, kota kelahiranku. Baru 4 tahun ini, sejak ayah sakit menjelang kepergiannya aku pulang kampung dan menetap disini.

Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya
Selama 4 tahun ini banyak hal yang membuatku terperanjat. Apa yang menjadi kebiasanku, menjadi hobiku, yang sering kulakukan selama ini tak lepas dari kesukaan, kebiasaan dan kelakuan orang tuaku. Ketika sabtu, minggu, liburan ada waktu lowong untuk mengurus tanaman, mamaku bilang seperti ayahku. Suatu ketika aku nonton film seharian, kakakku bilang dia hobi nonton seperti ayah ya. Waktu bersih-bersih rumah, mama bilang ke istriku, dia seperti saya suka bersih-bersih. Aku sendiri anak rumahan, dari remaja lebih suka di rumah dari pada keluyuran atau nongkrong sama teman-teman dan ternyata gaya hidup seperti ini pun menurun dari ayahku.
Lalu sifat orisinil ku apa? hehe ntahlah
Semakin kesini semakin paham lah aku, semakin kenal lah aku siapa diri aku ini. Sikap dan prilaku yang membentuk karakter diri kita tidak lepas dari gen yang diturunkan dari orang tua. Itu lah warisan terbesar yang diberikan orang tua kepada diri kita.

Pilihan Menjadi Baik dan Buruk
Setelah mengenal apa yang membentuk prilaku kita saat ini, maka kita dapat membuat keputusan tentang sikap dan prilaku kita. Untuk apa? Gak lebih untuk pengembangan diri, karir, introspeksi diri. Bahwasanya ketika orang-orang bilang waah persis bapaknya ini pemarahnya, temperamen, emosional, gampang marah yang meledak-ledak. Nah kalau orangnya paham dan gampang sadar diri, instrospeksi, maka dia dengan sadar akan menyadari oh ternyata begini dulu karakter bapak saya, terkenal pemarah toh di kampung ini, orang-orang ga suka ya, berarti saya harus berubah nih. Begitu juga kalau kita pelit, kikir, sehingga teman-teman menjauh dari kita. Oh ternyata sifat ini menurun dari ibu kita. Terpulang ke kita, mau tetap pelit atau kita buang sifat buruk itu hehe.
Lalu apa makna dari semua ini. Warisan sifat, sikap dan prilaku ini akan diteruskan ke generasi selanjutnya. Bahwa sifat dan prilaku kita, yang mendarah daging di diri kita saat ini adalah turun dari orang tua kita. Dan yang membentuk sifat orang tua kita berasal dari kakek nenek kita dari pihak bapak dan ibu kita, kakek dan nenek kita sifatnya jelas berasal dari kakek buyut kita.
Sehingga warisan terbesar yang kita terima dari orang tua kita adalah sifat dan prilaku kita itu. Kita sering mengeluh duh anak gue susah banget kalau disuruh makan, coba cek ke ibu mu, nenekmu, kalau sudah tidak ada, keluarga yang tahu bagaimana masa kecilmu, bayimu, kalau kamu dulu susah banget makan, jelas itu lah yang menurun ke anakmu, jika kamu aman, coba cek keluarga suamimu, boleh jadi sifat malas makan itu menurun dari mertua dan keluarga suamimu. Parahnya kita seringkali tidak tahu apa tindakan baik kita yang harus dipertahankan dan apa prilaku buruk kita yang harus kita singkirkan. Kita tidak pernah memperhatikan itu.
Jadi melihat keadaan seperti itu, jelas sifat-sifat baik, unggulan yang ada pada varietas tanaman, hewan yang diambil pada DNA oleh ilmuwan untuk menciptakan varietas unggulan dan mengkloning suatu makhluk hidup. Bukan tidak mungkin itu terjadi pada manusia. Sedangkan untuk mendapatkan anak lelaki dan perempuan saat ini bisa ditentukan oleh ilmu kedokteran.
Nah, kita yang awam dengan teknologi sebenarnya bisa menciptakan generasi bibit unggul bukan secara keilmuan, intelejensia tetapi dari sisi Sifat dan Prilaku.
Kita bisa mengikis, menghapus sifat dan prilaku buruk yang turun dari Bapak dan Ibu kita. Karena kalau ilmu, semua bisa dipelajari, kalau bakatnya pintar, seorang anak pastilah memiliki kemampuan lebih diantara yang lain. Tetapi sifat Sombong, Malas, Dengki, Takabur, Foya-foya, Suka Melamun, Boros, Lalai, Takut, Menebar Teror, Jorok, Jahil ini sifat dan prilaku yang turun dari keluarga kita. Sehingga harus diubah juga sama halnya dengan mengajarkan pendidikan. Harus dan harus diubah sekuat tenaga, karena generasi yang hadir saat ini adalah hasil prilaku kita saat kita kecil, baik dan buruknya.
Kita sering takjub dengan kecanggihan anak sekarang baru usia 2-3 tahun, sudah pintar main game di hp, sudah bisa selfie, video call dengan memencet-mencet apa yang diajari atau tidak oleh orang lain, ingatannya sangat kuat, sel-sel otaknya tumbuh sangat cepat. Hal ini pun tak lepas dari prilaku kita masa lalu, yang terlahir di tahun 80-90an pasti lah sudah mengenal mall di masa kecilnya. Ibu-ibu muda jaman now, dengan alasan bosan, pengen cari suasana, bayinya yang masih merah, umur 3-4 minggu sudah dibawa ke mall, ah tidak apa-apa, anaknya juga senang kok, lihat suasana mall. Mereka lupa atau tidak tahu bahwa sangat berisiko membawa bayi seumuran itu ke mall, banyak virus dan bakteri, berinteraksi dengan beragam lingkungan, baik manusia maupun keadaan disana, halah kalo demam tinggal bawa ke dokter, susah amat, hadeh anda mengandung dan melahirkan dengan susah payah, ketika lahir kok tidak dijaga dan dipelihara dengan baik.
Dan yang banyak tidak diketahui orang tua bahwa rekaman pengalaman, sifat dan prilaku saat kecil ini terekam kuat di ingatan si bayi dan saatnya kelak ia punya anak, prilaku yang sama, ngemall segera setelah melahirkan pun akan dilakukannya, begitu lah seterusnya prilaku itu turun temurun.
Mungkin karena memiliki tingkat intelejensia yang tinggi, hal-hal yang berdampak buruk buat anak sangat dihindari oleh orang-orang Israel. Anda bisa googling bagaimana ibu-ibu Israel menjaga makanannya saat hamil dan mendidik anaknya waktu kecil sehingga ketika besar memiliki, sifat, prilaku dan intelejensia yang tinggi.
Kita sering meremehkan ini, tetapi saat kita punya keturunan kita mengeluhkan keadaan yang kita hadapi, padahal kita sendiri penyebab turunnya sifat buruk itu, kita tidak memutus mata rantainya. Kita tidak mengubah sifat buruk itu menjadi baik.
Itu lah warisan terbesar orang tua pada generasi mendatang.
Ubahlah
Maka generasi masa depan pasti menjadi generasi terbaik bangsa ini.
Wariskan yang terbaik buat anak cucu kita.

Guru Corona

Corona mengajariku: Untuk Hidup Sehat , selalu mencuci tangan dengan sabun, bersih-bersih badan, mandi, kalau habis dari luar rumah, apala...